HADITS SHAHIH
A. PENGERTIAN HADITS
SHAHIH
·
Menurut bahasa,
shaheh artinya bagus, sehat, benar,
dapat dipertanggung jawabkan, dll.
·
Menurut Istilah:
مَا
نَقَلَهُ عَدْلٌ تَامُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ
شَاذٍ
Artinya:
"Suatu
hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya, tidak ada cacat yang tersembunyi dan pengertiannya
tidak janggal/berlawanan dengan dalil yang lebih kuat".
Pendapat
para ulama tentang hadits shahih
·
Ibnu
Shalah
mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis shahih ialah hadis
yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari
orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak
mu’allal (terkena illat)”.
·
Ajjaj
al-Khatib
memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi
tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah
saw) tanpa syuzuz tanpa illat”.
·
Abu Amr
ibn ash-Shalahmenta’rifkannya
dengan,
“Hadits yang musnad yang sanadnya muttashil melalui
periwayatan orang yang asil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula
sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal(terkena ‘illat)”
· Kesimpulan :
Hadits shahih adalah hadits yangsanadnya
bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dan dapat
dijadikan hujjah.
B
SYARAT-SYARAT
HADITS SHAHIH
·
Perowinya adil (رَوَاتُهُ
عَادِلٌ)
Adil secara bahasa
adalah seimbang atau meletakkan sesuatu pada tempatnya. Sedangkan secara
istilah adil adalah orang yang konsisten
(istiqomah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik, dan tidak melakukan cacat muruah.
Istiqomah
ialah konsisten dalam beragama, menjalankan segala perintah dan menjauhkan
segala dosa.Fasik ialah tidak
patuh beragama, mempermudah dosa besar dan melanggengkan dosa kecil. Muruah
ialah menjaga kehormatan sebagai seorang perawi, menjalankansegala adab dan
akhlak yang terpuji dan menjauhi sifat-sifat yang tercela menurut umum dan
tradisi. Misalnya tidak melepas alas kaki ketika berpergian, tidak mengenakan
baju lengan pendek, tidak makan di pinggir jalan, dsb. Perowinya adil, yang memenuhi unsur-unsur berikut:
·
Seorang
perawi selalu memelihara kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT,
·
Mampu
menjauhi perbuatan maksiat & dosa – dosa besar (contoh : syirik, durhaka
kepada orang tua, bohong, zina, dll)
·
Mampu
menjauhi dosa – dosa kecil (contoh: berkata kotor, ghobah, jajan gabrul,
nyontek)
·
Tidak
melakukan perkara mubah (diperbolehkan)
yang dapat menggugurkan iman, harga diri dan kehormatan (contoh: jam satu malam
seorang ulama “ngehiq”, memakai sandal selen, kaos kaki diinjak
separo, dll).
·
Tidak
mengikuti pendapat salah satu mazhab
/ aliran / faham yang bertentangan dengan dasar syari’at Islam. Contoh aliran
sesat di Indonesia:Ahmadiyah, LDII, Inkarussunnah, NII, JIL
·
Sempurna Ingatan (Dhabith)
Ingatan
seorang perawi lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih
banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami
maksudnya dan maknanya.
Menurut Istilah
: Seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta memahami
kandungan hadits – hadits yang diterimanya, semenjak dia menerima hadits-hadits
tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang lain,
yang jaraknya puluhan tahun.
Sempurna
Ingatan (dhabit) dibagi menjadi 2:
a) Al – Dlabitus Shodri
Yaitu
seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta memahami
kandungan hadits - hadits yang diterimanya, semenjak dia menerima hadits -
hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang
lain, yang jaraknya puluhan tahun, dan kekuatan hafalannya ini mampu
dikeluarkan dan disampaikan kepada orang lain (para muridnya) kapanpun dan
dimanapun sesuai kehendak, secara spontan tanpa harus mengingat - ingatnya
terlebih dahulu
b) Al – Dlabitul Kitab
Yaitu seorang perowi yang mempunyai hafalan
sangat sempurna serta memahami kandungan hadits - hadits yang
diterimanya, semenjak dia menerima hadits - hadits tersebut semasa masih
menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang lain atau muridnya,yang
jaraknya puluhan tahun dengan menyerahkan buku catatan hadits milik pribadi
yang terhindar dari perubahan pergantian, dan kekurangan, agar dapat
dibaca, dipelajari dan difahami ataupun dicontek oleh para muridnya.
KESIMPULAN DLOBIT
Dari segi kwalitas Perowi Dlabitus
Shodri dan Perowi Dlabitul Kitab adalah sama,artinya semenjak menerima hingga
menyampaikan kepada orang lain; namun dari segi penyampaian kepada orang
lain,perowi dlabitus shodri masih berada dibawah dlobitul kitab, sebab dlabitus
shodri hanya mengandalkan kemampuan hafalannya saja; sedangkan dlobitul kitab
disamping daya ingat juga mempergunakan tulisan.
CONTOH DLOBIT (KEDUA DLABIT CONTOHNYA SAMA)
DLABITUS SHODRI : (Dalam hafalan,tidak bisa baca dan tulis).
DLOBITUL KITAB :
QOLA
MUHTAROM :” KOLO KULA KELAS
KALIH,KULA KALIYAN KAKEK KULA KLELEGEN KELERENG KALIH KARUNG; KULA KREJEL –
KREJEL, KAKEK KULA KREJOT – KREJOT”.
·
Sanadnya Muttasil/bersambung (tidak terputus)
Contoh
sanad muttasil :
Imam
Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id - telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah
- telah menceritakan kepada kami Misyrah
- dari Uqbah bin Amir Radliyallahu ‘anhu
dia berkata - "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ....dst
Sanad menurut
bahasa artinya jalan, thoriq, syari’, ringroad,
gank, lorong , way, margi, dll. Muttasil
menurut bahasa ialah bersambung, berurutan, bergandengan, berkesinambungan,
berjajar, jentrak-jentrek, dll.
Maka
yang dimaksud sanadnya muttasil
ialah tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima suatu berita hadits
langsung dari guru yang memberi hadits tsb sampai kepada sumbernya yang asli
yaitu Rasulullah SAW.
·
Tidak terjadi ‘illat
Dalam
bahasa arti ‘illat = penyakit,
sebab, alasan, atau udzur. Secara
istilah, arti ‘illat yaitu suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat
keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.
Misalnya
sebuah hadits setelah diadakan penelitian ternyata ada sebab yang membuat cacat
yang menghalangi terkabulnya, seperti perawi seorang fasik, tidak bagus
hafalannya, seorang ahli bid’ah, dll.
·
Tidak terjadi kejanggalan ( syadzdz )
Syadz dalam
bahasa berarti ganjil, terasing, atau
menyalahi aturan. Sedangkan maksud syadzdz disini ialah periwayatan orang
tsiqah (terpecaya yakni adil dan dhabit ) bertentangan dengan periwayatan orang
yang lebih tsiqah. Atau dengan kata lain tidak ada pertentangan antara suatu
hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan
oleh rawi yang lebih rajin daripadanya
Contoh syadzdz,
seperti hadits yang diriwayatkan oleh muslim melalui jalan Ibnu Wahb sampai
pada Abdullah bin Zaid dalam memberitakan sifat-sifat wudhu’
Rasulullah :
Bahwa beliau menyapu
kepalanya dengan air yang bukan kelebihan di tangannya.
Sedang periwayatan
Al-Baihaqi, melalui jalan sanad yang sama mengatakan :
Bahwasannya beliau
mengambil air untuk kedua telinganya selain air yang diambil untuk kepalanya.
Periwayatan Al-Baihaqi
syadzdz ( janggal ) dan tidak shahih, karena periwayatan dari
Ibnu Wahb seorang tsiqah, menyalahi periwayatan jama’ah ulama dan muslim yang
lebih tsiqah. Syadzdz bisa terjadi pada matan suatu hadits atau pada sanad.
C. MACAM- MACAM HADITS SHAHIH
1. Hadits Shahih li-dzatih, (الصحيح
لذاته)
Yaitu
hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas. Contoh:
بُنِىَ
اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ
الْحَجِّ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu
dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhajji dan
puasa bulan Ramadhan.” (H.R Imam Bukhari Muslim)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنِ يُوْسُفَ اَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِاللهِ
اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا كَانُوْا
ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَتَاجَى اِثْنَانِ دُوْنَ الثَّالِثِ (رواه البخارى)
Artinya:
"Bukhari berkata: Abdullah bin Yusuf telah menceritakan
kepada kami, lalu berkata: Malik dari Nafi' dari Abdullah mengabarkan kepada
kami bahwa Rasulullah saw. bersabda: apabila mereka bertiga, janganlah dua
orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga". (HR. Bukhari)
Hadits di atas diterima oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf,
Abdullah bin Yusuf menerimanya dari Malik. Malik menerimanya dari Nafi. Nafi'
menerimanya dari Abdullah, dan Abdullah itu adalah shahabat Rasulullah saw.
yang mendengar beliau bersabda, seperti hadits di atas. Semua nama-nama
tersebut mulai dari Bukhari sampai Abdullah (shahabat Nabi) adalah rawi-rawi
yang adil, dlabith, dan benar bersambung, tidak cacat, baik pada sanad, maupun
pada matan. Dengan demikian hadits di atas termasuk hadits shahih li dzatih.
2.
Hadits
Shahih li-ghairih, (الصحيح
لغيره).
Yaitu
hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih
terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati
padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi
kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh:
لَوْلاَ
اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
(رواه البخارى والترمذى)
Seandainya aku tidak menyusahkan
ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat
(HR Bukhari Tirmidzy)
Perlu diketahui lebih dahulu bila suatu hadits diriwayatkan oleh
lima buah sanad, maka hadits itu dihitung bukan sebagai satu hadits, tetapi
lima hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh empat buah sanad, dihitung sebagai
empat hadits bukan satu hadits. Jadi, hadits di atas yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dengan sanad tersendiri dan Imam At Turmudzi dengan sanad tersendiri
pula, dihitung sebagai dua hadits. Pertama adalah hadits Bukhari yang dinilai
sebagai hadits shahih li dzatih; dan kedua adalah hadits Turmudzi, yang dinilai
sebagai hadits hasan li dzatih. Hadits Turmudzi itu karena diperkuat oleh
hadits Bukhari, naik tingkatannya menjadi hadits shahih li ghairih.
D. TINGKATAN HADITS SHAHIH
Kekuatan hadits shahih itu kurang lebih mengingat sifat kedlabitan
dan keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya ialah hadits
yang bersanad ashahhul-asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut
1. (متفق
عايه) Hadits yang muttafaqun 'alaih atau muttafaqun
'alaih shihhatihi. Yaitu hadits shahih yang telah disepakati oleh kedua
imam hadits Bukhari dan Muslim tentang sanadnya.
Al Hafidz Ibnu Hajar
berpendapat bahwa kesepakatan antara kedua Imam Bukhari dan Muslim itu
maksudnya adalah persesuaian keduanya dalam men-takhrij-kan asal hadits
dari shahabi, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam gaya bahasa (siyaqul
kalam)nya. Misalnya hadits Bukhari yang bersanadkan Isma'il, Malik, Tsaur
bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah r.a.:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى
اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ اَوْ كَالَّذِى
يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
Artinya:
"Orang-orang yang memelihara janda dan orang miskin itu,
bagaikan pejuang sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa di siang hari dan
bertahajjut di malam hari".
Dengan hadits Muslim yang bersanadkan 'Abdullah bin Masalamah,
Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى
اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَاَحْسِبُهُ
كَالْقَائِمِ لاَيَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَيُفْطِرُ
Artinya:
"Orang yang memelihara janda dan orang miskin itu bagaikan
orang yang tiada henti-hentinya bertahajjut di malam hari dan bagaikan orang
yang berpuasa tiada berbuka-buka".
Walaupun kedua hadits Bukhari dan Muslim tersebut mempunyai sanad dan gaya bahasa yang berbeda,
namun karena shahabat yang menjadi rawi pertama adalah orang yang sama, tetap
dikatakan muttafaqun 'alaih.
Berbeda dengan hadits Bukhari yang bersanadkan 'Abdullah bin
Shalih, Yahya, Sa'id, 'Amrah dan 'Aisyah r.a. yang mengabarkan bahwa 'Aisyah mendengar
Rasulullah saw. bersabda:
قَالَتْ: سَمِعْتُ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اَ,ْلاَرْوَاحُ
جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا
اِخْتَلَفَ
Artinya:
"'Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Jiwa-jiwa itu merupakan kumpulan jenis, setiap jiwa saling bermesraan dengan
jenis yang dikenalinya dan saling bersengketaan dengan jenis yang tidak
dikenalinya (diingkarinya)".
Walaupun Imam Muslim meriwayatkan juga hadits yang semakna dengan
hadits tersebut, namun tidak lazim dikatakan dengan muttafaqun 'alaih,
lantaran Imam Muslim men-takhrij-kan hadits yang semisal itu dari
shahabat Abu Hurairah, bukan dari 'Aisyah r.a.
Istilah muttafaqun 'alaih, bukan berarti telah mendapat
persetujuan dari seluruh ummat, hingga harus diterima bulat-bulat. Namun
demikian, menurut Ibnu-sh Shalah bahwa hadits yang telah disepakati oleh kedua
imam tersebut, harus diterima oleh seluruh ummat Islam, disebabkan sebagian
ummat Islam bisa menerimanya.
Pendapat
Ibnu-sh Shalah ini, sungguh dapat dibenarkan, mengingat kemasyhuran dan
kemampuan beliau amat mencakup bidang ilmu hadits, dan beliau termasuk
sponsornya. Demikian juga ketekunan dan ketelitian beliau dalam mentapis
hadits-hadits shahih melebihi ulama lain yang terdahulu dan yang terkemudian.
Oleh karena itulah para Muhadditsin dan ummat Islam, secara aklamasi menerima
pen-tarjih-an Ibnu-sh Shalah, bahwa semua hadits yang diriwayatkan (di-tarjih-kan)
oleh kedua imam hadits tersebut, menurut globalnya adalah ashahhush shihhah.
2.
( انفرد به البخا ري)
infarada bihil Bukhari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkannya.Misalnya
hadits:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ
فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw: Dua
buah kenikmatan yang sangat besar dan harus dibelinya dengan harga yang tinggi
oleh kebanyakan orang, ialah kesehatan dan kelimpahan waktu untuk taat kepada
Tuhan". (HR. Bukhari)
Walaupun Imam At Turmudzi dan Imam Ibnu Majah juga meriwayatkan
hadits tersebut dalam kitab sunannya, namun karena Imam Muslim tidak
meriwayatkannya tetap dikatakan infarada bihil Bukhari.
3.
( انفرد به مسلم)
infarada bihil Muslim. Hadits shahis yang hanya diriwayatkan oleh Imam
Muslim sendiri sedang Imam Bukhari tidak meriwayatkannya. Para Muhadditsin
menamainya dengan infarada bihi Muslim.
Misalnya hadits:
عَنْ اَبِى رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ اَوْسٍ
الدَّارِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَلَ: اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ.
قُلْنَا: لِمَنْ ؟ قَالَ: ِللهِ
وَلِكِتَابِهِ وَرَسُوْلِهِ وَ ِلأَئِمَّتِهِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
(رواه مسلم)
Artinya:
"Dari Abi Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dary r.a. berkata:
Bahwasannya Nabi Muhammad saw. bersabda: Agama itu nasihat. Kami bertanya:
Untuk siapa? Rasul menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya,
pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan segenap kaum muslimin".
Para imam hadits, seperti Ahmad, Abu Dawud, At Tumudzi, An Nasa'i,
Ibnu Majah, Asy Syafi'i, dan Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits tersebut,
hanya Imam Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya. Karena itu, hadits tersebut
masih lazim dikatakan infarada bihi Muslim, jika dinisbatkan kepada dua
imam hadits Bukhari dan Muslim.
4.
(صحيح
علي شرط البخا ري و مسلم).
shahihun 'ala syarthil Bukhari atau syarthi
Muslim. Hadits shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat yang dipakai
oleh Bukhari dan Muslim, yang disebut shahihun 'ala syarthi'l Bukhari wa
Muslim, sedang kedua imam tersebut tidak meriwayatkannya. Yang dimasud dengan istilah menurut syarat-syarat Bukhari
dan Muslim ialah bahwa rawi-rawi yang dikemukakan itu terdapat di dalam kedua
kitab shahih Bukhari dan Muslim.
Demikian juga halnya, kalau
dikatakan shahihun 'ala syarthil Bukhari atau syarthi Muslim,
artinya rawi-rawi yang menjadi sanad hadits yang di-takhrij-kan tersebut
terdapat di dalam shahih Bukhari atau shahih Muslim. Para Muhadditsin yang
berpendapat demikian antara lain Ibnu Daqiqil 'Id, An Nawawi, dan Adz Dzahabi.
Contoh hadits shahih yang
menurut syarat kedua Imam Bukhari dan Muslim adalah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ مِنْ اَكْمَلِ
الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَاَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِمْ
(رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِى الْبُخَارِى
وَمُسْلِمٍ)
Artinya:
"Dari 'Aisyah r.a.
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan iman seorang mu'min
ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan terhadap keluarga".
(Riwayat At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini syarat Bukhari
dan Muslim)
5. (صحيح
علي شرط البخا ري)shahihun
'ala syarthil Bukhari. Hadits shahih yang
menurut syarat Bukhari, sedang beliau sendiri tidak men-takhrij-kannya.
6. (صحيح
علي شرط مسلم )shahihun
'ala syarthil Muslim. Hadits yang menurut
syarat Muslim, sedang Imam Muslim sendiri tidak men-takhrij-kannya.
7. (صحيح علي غير
شرطهما)
shahihun 'ala ghoiri syarthhima.Hadits shahih yang
tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti bahwa
si pen-takhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru
Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih
diperselisihkan tetapi hadits yang di-takhrij-kan tersebut dishahihkan
oleh imam-imam hadits yang kenamaan. Misalnya hadits-hadits shahih yang
terdapat dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Shahih Al Hakim.
E. KEDUDUKAN HADITS SHAHIH
Kedudukan
hadits shahih sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari
kedudukan hadits hasan dan hadits dla'if, tetapi berada di bawah kedudukan
hadits mutawatir. Karena itu hadits mutawatir sering disebut sebagai hadits
shahih mutawatir, maka dapat pula dikatakan bahwa hadits shahih ahad lebih
tinggi kedudukannya dari hadits hasan dan hadits dla'if, tetapi lebih rendah
dari kedudukan hadits mutawatir.
F.
CONTOH-CONTOH
HADITS SHAHIH
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ
ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه
البخاري)
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia
berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad
bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar
rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari,Kitab
Adzan)
Analisis
terhadap hadits tersebut:
1. Sanadnya
bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2. Semua
rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut
menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
a) Abdullah bin yusuf = tsiqat
muttaqin.
b) Malik bin Annas = imam hafidz
c) Ibnu Syihab
Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d) Muhammad bin
Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi = Shahabat.
3. Tidak
syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak
cacat
Hadits
Bukhari yang bersanadkan Isma'il, Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu
Hurairah r.a.:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى
اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ اَوْ كَالَّذِى
يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
Artinya:
"Orang-orang yang memelihara janda dan orang miskin itu,
bagaikan pejuang sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa di siang hari dan
bertahajjut di malam hari".(muttafaqun 'alaih)
بُنِىَ
اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَ أَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ
الْحَجِّ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ
Artinnya :
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu
dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan
bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhajji dan
puasa bulan Ramadhan.” (H.R Imam Bukhari Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ: قَالَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ مِنْ اَكْمَلِ
الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَاَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِمْ
(رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِى الْبُخَارِى
وَمُسْلِمٍ)
Artinya:
"Dari 'Aisyah r.a.
berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan iman seorang mu'min
ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan terhadap keluarga".
(Riwayat At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini syarat Bukhari
dan Muslim)
عَنْ
اَبِى رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ اَوْسٍ الدَّارِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:
اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ: اَلدِّيْنُ
النَّصِيْحَةُ. قُلْنَا: لِمَنْ ؟
قَالَ: ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَرَسُوْلِهِ
وَ ِلأَئِمَّتِهِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
Artinya:
"Dari Abi Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dary r.a. berkata:
Bahwasannya Nabi Muhammad saw. bersabda: Agama itu nasihat. Kami bertanya:
Untuk siapa? Rasul menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya,
pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan segenap kaum muslimin".
عَنْ
اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ:
اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw: Dua
buah kenikmatan yang sangat besar dan harus dibelinya dengan harga yang tinggi
oleh kebanyakan orang, ialah kesehatan dan kelimpahan waktu untuk taat kepada
Tuhan". (HR. Bukhari)
Hadits Bukhari yang bersanadkan 'Abdullah bin Shalih, Yahya,
Sa'id, 'Amrah dan 'Aisyah r.a. yang mengabarkan bahwa 'Aisyah mendengar
Rasulullah saw. bersabda:
قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اَ,ْلاَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا
تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ
Artinya:
"'Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
Jiwa-jiwa itu merupakan kumpulan jenis, setiap jiwa saling bermesraan dengan
jenis yang dikenalinya dan saling bersengketaan dengan jenis yang tidak
dikenalinya (diingkarinya)".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar