Animation

Senin, 10 Agustus 2015

HADITS SHAHIH



HADITS SHAHIH
A.   PENGERTIAN  HADITS  SHAHIH
·         Menurut bahasa, shaheh artinya bagus,  sehat, benar, dapat dipertanggung jawabkan, dll.
·         Menurut Istilah:
مَا نَقَلَهُ عَدْلٌ تَامُ الضَّبْطِ مُتَّصِلُ السَّنَدِ غَيْرُ مُعَلَّلٍ وَلاَ شَاذٍ
Artinya:
            "Suatu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung-sambung sanadnya, tidak ada cacat yang tersembunyi dan pengertiannya tidak janggal/berlawanan dengan dalil yang lebih kuat".
Pendapat para ulama tentang hadits shahih
·         Ibnu Shalah mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu:
      “Hadis shahih ialah hadis yang sanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal (terkena illat)”.
·         Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat”.
·         Abu Amr ibn ash-Shalahmenta’rifkannya dengan,
Hadits yang musnad yang sanadnya muttashil melalui periwayatan orang yang asil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula sampai ujungnya, tidak syaz dan tidak mu’allal(terkena ‘illat)”
·      Kesimpulan :
Hadits shahih adalah hadits yangsanadnya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dan dapat dijadikan hujjah.

B         SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH
·         Perowinya adil (رَوَاتُهُ عَادِلٌ)
Adil secara bahasa adalah seimbang atau meletakkan sesuatu pada tempatnya. Sedangkan secara istilah adil adalah  orang yang konsisten (istiqomah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik, dan             tidak melakukan cacat muruah.
Istiqomah ialah konsisten dalam beragama, menjalankan segala perintah dan menjauhkan segala dosa.Fasik  ialah tidak patuh beragama, mempermudah dosa besar dan melanggengkan dosa kecil. Muruah ialah menjaga kehormatan sebagai seorang perawi, menjalankansegala adab dan akhlak yang terpuji dan menjauhi sifat-sifat yang tercela menurut umum dan tradisi. Misalnya tidak melepas alas kaki ketika berpergian, tidak mengenakan baju lengan pendek, tidak makan di pinggir jalan, dsb.          Perowinya adil, yang memenuhi unsur-unsur berikut:
·         Seorang perawi selalu memelihara kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT,
·         Mampu menjauhi perbuatan maksiat & dosa – dosa besar (contoh : syirik, durhaka kepada orang tua, bohong, zina, dll)
·         Mampu menjauhi dosa – dosa kecil (contoh: berkata kotor, ghobah, jajan gabrul, nyontek)
·         Tidak melakukan perkara mubah  (diperbolehkan) yang dapat menggugurkan iman, harga diri dan kehormatan (contoh: jam satu malam seorang ulama “ngehiq”, memakai sandal selen, kaos kaki  diinjak  separo, dll). 
·         Tidak mengikuti pendapat salah satu       mazhab / aliran / faham yang bertentangan dengan dasar syari’at Islam. Contoh aliran sesat di Indonesia:Ahmadiyah, LDII, Inkarussunnah, NII, JIL
·         Sempurna Ingatan (Dhabith)
Ingatan seorang perawi lebih banyak daripada lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.
Menurut Istilah : Seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta memahami kandungan hadits – hadits yang diterimanya, semenjak dia menerima hadits-hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang lain, yang jaraknya puluhan tahun.
Sempurna Ingatan (dhabit) dibagi menjadi 2:
a)      Al – Dlabitus Shodri
Yaitu seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta memahami kandungan hadits - hadits yang diterimanya, semenjak dia menerima hadits - hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang lain, yang jaraknya puluhan tahun, dan kekuatan hafalannya ini mampu dikeluarkan dan disampaikan kepada orang lain (para muridnya) kapanpun dan dimanapun sesuai kehendak, secara spontan tanpa harus mengingat - ingatnya terlebih dahulu
b)      Al – Dlabitul Kitab
      Yaitu seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta memahami kandungan hadits - hadits yang diterimanya, semenjak dia menerima hadits - hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya kepada orang lain atau muridnya,yang jaraknya puluhan tahun dengan menyerahkan buku catatan hadits milik pribadi yang terhindar dari perubahan pergantian, dan kekurangan, agar dapat dibaca, dipelajari dan difahami ataupun dicontek oleh para muridnya.
KESIMPULAN DLOBIT
Dari segi kwalitas Perowi Dlabitus Shodri dan Perowi Dlabitul Kitab adalah sama,artinya semenjak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain; namun dari segi penyampaian kepada orang lain,perowi dlabitus shodri masih berada dibawah dlobitul kitab, sebab dlabitus shodri hanya mengandalkan kemampuan hafalannya saja; sedangkan dlobitul kitab disamping daya ingat juga mempergunakan tulisan.
CONTOH DLOBIT  (KEDUA DLABIT CONTOHNYA SAMA)
DLABITUS SHODRI       : (Dalam hafalan,tidak bisa baca dan tulis).
DLOBITUL KITAB          :
        QOLA MUHTAROM            :” KOLO KULA KELAS KALIH,KULA KALIYAN KAKEK KULA KLELEGEN KELERENG KALIH KARUNG; KULA KREJEL – KREJEL, KAKEK KULA KREJOT – KREJOT”.

·         Sanadnya Muttasil/bersambung (tidak terputus)
Contoh sanad muttasil :
Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id -  telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah -  telah menceritakan kepada kami Misyrah -  dari Uqbah bin Amir Radliyallahu ‘anhu dia berkata -  "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ....dst
Sanad menurut bahasa artinya jalan, thoriq, syari’, ringroad, gank, lorong , way, margi, dll. Muttasil menurut bahasa ialah bersambung, berurutan, bergandengan, berkesinambungan, berjajar, jentrak-jentrek, dll.
Maka yang dimaksud sanadnya muttasil ialah tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima suatu berita hadits langsung dari guru yang memberi hadits tsb sampai kepada sumbernya yang asli yaitu Rasulullah SAW.

·         Tidak terjadi ‘illat 
Dalam bahasa arti ‘illat = penyakit, sebab, alasan, atau udzur. Secara istilah, arti ‘illat yaitu suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.
Misalnya sebuah hadits setelah diadakan penelitian ternyata ada sebab yang membuat cacat yang menghalangi terkabulnya, seperti perawi seorang fasik, tidak bagus hafalannya, seorang ahli bid’ah, dll. 

·         Tidak terjadi kejanggalan ( syadzdz )
Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. Sedangkan maksud syadzdz disini ialah periwayatan orang tsiqah (terpecaya yakni adil dan dhabit ) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah. Atau dengan kata lain tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajin daripadanya
Contoh syadzdz, seperti hadits yang diriwayatkan oleh muslim melalui jalan Ibnu Wahb sampai pada Abdullah bin Zaid dalam memberitakan  sifat-sifat wudhu’ Rasulullah :
Bahwa beliau menyapu kepalanya dengan air yang bukan kelebihan di tangannya.
Sedang periwayatan Al-Baihaqi, melalui jalan sanad yang sama mengatakan :
Bahwasannya beliau mengambil air untuk kedua telinganya selain air yang diambil untuk kepalanya.
Periwayatan Al-Baihaqi syadzdz ( janggal ) dan tidak shahih, karena periwayatan dari Ibnu Wahb seorang tsiqah, menyalahi periwayatan jama’ah ulama dan muslim yang lebih tsiqah. Syadzdz bisa terjadi pada matan suatu hadits atau pada sanad.

C.  MACAM- MACAM HADITS SHAHIH
1.      Hadits Shahih li-dzatih, (الصحيح لذاته)
Yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat-syarat diatas. Contoh:
بُنِىَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ الْحَجِّ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhajji dan puasa bulan Ramadhan.” (H.R Imam Bukhari Muslim)

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنِ يُوْسُفَ اَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِاللهِ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا كَانُوْا ثَلاَثَةً فَلاَ يَتَتَاجَى اِثْنَانِ دُوْنَ الثَّالِثِ (رواه البخارى)
Artinya:
"Bukhari berkata: Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, lalu berkata: Malik dari Nafi' dari Abdullah mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah saw. bersabda: apabila mereka bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga". (HR. Bukhari)
Hadits di atas diterima oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf, Abdullah bin Yusuf menerimanya dari Malik. Malik menerimanya dari Nafi. Nafi' menerimanya dari Abdullah, dan Abdullah itu adalah shahabat Rasulullah saw. yang mendengar beliau bersabda, seperti hadits di atas. Semua nama-nama tersebut mulai dari Bukhari sampai Abdullah (shahabat Nabi) adalah rawi-rawi yang adil, dlabith, dan benar bersambung, tidak cacat, baik pada sanad, maupun pada matan. Dengan demikian hadits di atas termasuk hadits shahih li dzatih.


2.         Hadits Shahih li-ghairih, (الصحيح لغيره).
Yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan dlabith tetapi mereka masih terkenal orang yang jujur hingga karenya berderajat hasan, lalu didapati padanya jalan lain yang serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
Contoh:
لَوْلاَ اَنْ اَشُقَّ عَلَى اُمَّتِى لاَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ
 (رواه البخارى والترمذى)
        Seandainya aku tidak menyusahkan ummatku, pastilah aku perintahkan mereka untuk menggosok gigi tiap akan shalat (HR Bukhari Tirmidzy)
Perlu diketahui lebih dahulu bila suatu hadits diriwayatkan oleh lima buah sanad, maka hadits itu dihitung bukan sebagai satu hadits, tetapi lima hadits. Hadits yang diriwayatkan oleh empat buah sanad, dihitung sebagai empat hadits bukan satu hadits. Jadi, hadits di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad tersendiri dan Imam At Turmudzi dengan sanad tersendiri pula, dihitung sebagai dua hadits. Pertama adalah hadits Bukhari yang dinilai sebagai hadits shahih li dzatih; dan kedua adalah hadits Turmudzi, yang dinilai sebagai hadits hasan li dzatih. Hadits Turmudzi itu karena diperkuat oleh hadits Bukhari, naik tingkatannya menjadi hadits shahih li ghairih.

D.  TINGKATAN HADITS SHAHIH
Kekuatan hadits shahih itu kurang lebih mengingat sifat kedlabitan dan keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya ialah hadits yang bersanad ashahhul-asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut
1.      (متفق عايه)  Hadits yang muttafaqun 'alaih atau muttafaqun 'alaih shihhatihi. Yaitu hadits shahih yang telah disepakati oleh kedua imam hadits Bukhari dan Muslim tentang sanadnya.
Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa kesepakatan antara kedua Imam Bukhari dan Muslim itu maksudnya adalah persesuaian keduanya dalam men-takhrij-kan asal hadits dari shahabi, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam gaya bahasa (siyaqul kalam)nya. Misalnya hadits Bukhari yang bersanadkan Isma'il, Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah r.a.:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ اَوْ كَالَّذِى يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
Artinya:
"Orang-orang yang memelihara janda dan orang miskin itu, bagaikan pejuang sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa di siang hari dan bertahajjut di malam hari".
Dengan hadits Muslim yang bersanadkan 'Abdullah bin Masalamah, Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ وَاَحْسِبُهُ كَالْقَائِمِ لاَيَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لاَيُفْطِرُ
Artinya:
"Orang yang memelihara janda dan orang miskin itu bagaikan orang yang tiada henti-hentinya bertahajjut di malam hari dan bagaikan orang yang berpuasa tiada berbuka-buka".
Walaupun kedua hadits Bukhari dan Muslim tersebut  mempunyai sanad dan gaya bahasa yang berbeda, namun karena shahabat yang menjadi rawi pertama adalah orang yang sama, tetap dikatakan muttafaqun 'alaih.
Berbeda dengan hadits Bukhari yang bersanadkan 'Abdullah bin Shalih, Yahya, Sa'id, 'Amrah dan 'Aisyah r.a. yang mengabarkan bahwa 'Aisyah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اَ,ْلاَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ

Artinya:
"'Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Jiwa-jiwa itu merupakan kumpulan jenis, setiap jiwa saling bermesraan dengan jenis yang dikenalinya dan saling bersengketaan dengan jenis yang tidak dikenalinya (diingkarinya)".
               Walaupun Imam Muslim meriwayatkan juga hadits yang semakna dengan hadits tersebut, namun tidak lazim dikatakan dengan muttafaqun 'alaih, lantaran Imam Muslim men-takhrij-kan hadits yang semisal itu dari shahabat Abu Hurairah, bukan dari 'Aisyah r.a.
               Istilah muttafaqun 'alaih, bukan berarti telah mendapat persetujuan dari seluruh ummat, hingga harus diterima bulat-bulat. Namun demikian, menurut Ibnu-sh Shalah bahwa hadits yang telah disepakati oleh kedua imam tersebut, harus diterima oleh seluruh ummat Islam, disebabkan sebagian ummat Islam bisa menerimanya.
               Pendapat Ibnu-sh Shalah ini, sungguh dapat dibenarkan, mengingat kemasyhuran dan kemampuan beliau amat mencakup bidang ilmu hadits, dan beliau termasuk sponsornya. Demikian juga ketekunan dan ketelitian beliau dalam mentapis hadits-hadits shahih melebihi ulama lain yang terdahulu dan yang terkemudian. Oleh karena itulah para Muhadditsin dan ummat Islam, secara aklamasi menerima pen-tarjih-an Ibnu-sh Shalah, bahwa semua hadits yang diriwayatkan (di-tarjih-kan) oleh kedua imam hadits tersebut, menurut globalnya adalah ashahhush shihhah.
2.   ( انفرد به البخا ري) infarada bihil Bukhari Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak meriwayatkannya.Misalnya hadits:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw: Dua buah kenikmatan yang sangat besar dan harus dibelinya dengan harga yang tinggi oleh kebanyakan orang, ialah kesehatan dan kelimpahan waktu untuk taat kepada Tuhan". (HR. Bukhari)
               Walaupun Imam At Turmudzi dan Imam Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut dalam kitab sunannya, namun karena Imam Muslim tidak meriwayatkannya tetap dikatakan infarada bihil Bukhari.
3.      ( انفرد به مسلم) infarada bihil Muslim. Hadits shahis yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri sedang Imam Bukhari tidak meriwayatkannya. Para Muhadditsin menamainya dengan infarada bihi Muslim.
Misalnya hadits:
عَنْ اَبِى رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ اَوْسٍ الدَّارِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ: اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ.  قُلْنَا: لِمَنْ ؟ قَالَ:  ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَرَسُوْلِهِ وَ ِلأَئِمَّتِهِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
Artinya:
"Dari Abi Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dary r.a. berkata: Bahwasannya Nabi Muhammad saw. bersabda: Agama itu nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa? Rasul menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan segenap kaum muslimin".
               Para imam hadits, seperti Ahmad, Abu Dawud, At Tumudzi, An Nasa'i, Ibnu Majah, Asy Syafi'i, dan Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits tersebut, hanya Imam Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya. Karena itu, hadits tersebut masih lazim dikatakan infarada bihi Muslim, jika dinisbatkan kepada dua imam hadits Bukhari dan Muslim.
4.      (صحيح علي شرط البخا ري و مسلم). shahihun 'ala syarthil Bukhari atau syarthi Muslim. Hadits shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim, yang disebut shahihun 'ala syarthi'l Bukhari wa Muslim, sedang kedua imam tersebut tidak meriwayatkannya. Yang dimasud dengan istilah menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim ialah bahwa rawi-rawi yang dikemukakan itu terdapat di dalam kedua kitab shahih Bukhari dan Muslim.
Demikian juga halnya, kalau dikatakan shahihun 'ala syarthil Bukhari atau syarthi Muslim, artinya rawi-rawi yang menjadi sanad hadits yang di-takhrij-kan tersebut terdapat di dalam shahih Bukhari atau shahih Muslim. Para Muhadditsin yang berpendapat demikian antara lain Ibnu Daqiqil 'Id, An Nawawi, dan Adz Dzahabi.
Contoh hadits shahih yang menurut syarat kedua Imam Bukhari dan Muslim adalah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ مِنْ اَكْمَلِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَاَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِمْ (رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِى الْبُخَارِى وَمُسْلِمٍ)
Artinya:
"Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan iman seorang mu'min ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan terhadap keluarga". (Riwayat At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini syarat Bukhari dan Muslim)
5.    (صحيح علي شرط البخا ري)shahihun 'ala syarthil Bukhari. Hadits shahih yang menurut syarat Bukhari, sedang beliau sendiri tidak men-takhrij-kannya. 
6.      (صحيح علي شرط  مسلم )shahihun 'ala syarthil Muslim. Hadits yang menurut syarat Muslim, sedang Imam Muslim sendiri tidak men-takhrij-kannya.
7.      (صحيح علي غير شرطهما) shahihun 'ala ghoiri syarthhima.Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim. Ini berarti bahwa si pen-takhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih diperselisihkan tetapi hadits yang di-takhrij-kan tersebut dishahihkan oleh imam-imam hadits yang kenamaan. Misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Shahih Al Hakim.

E.  KEDUDUKAN HADITS SHAHIH
Kedudukan hadits shahih sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari kedudukan hadits hasan dan hadits dla'if, tetapi berada di bawah kedudukan hadits mutawatir. Karena itu hadits mutawatir sering disebut sebagai hadits shahih mutawatir, maka dapat pula dikatakan bahwa hadits shahih ahad lebih tinggi kedudukannya dari hadits hasan dan hadits dla'if, tetapi lebih rendah dari kedudukan hadits mutawatir.




F.     CONTOH-CONTOH HADITS SHAHIH
حَدَّثَنَا عَبْدُاللهِ بْنُ يُوْسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِالطُّوْرِ "(رواه البخاري)
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari,Kitab Adzan)
Analisis terhadap hadits tersebut:
1.      Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2.      Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
a) Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.
b) Malik bin Annas = imam hafidz
c) Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d) Muhammad bin Jubair = Tsiqat.
e) Jubair bin muth'imi = Shahabat.
3.      Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat
Hadits Bukhari yang bersanadkan Isma'il, Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah r.a.:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اَلسَّاعِىُّ عَلَى اْلاَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ اَوْ كَالَّذِى يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
Artinya:
"Orang-orang yang memelihara janda dan orang miskin itu, bagaikan pejuang sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa di siang hari dan bertahajjut di malam hari".(muttafaqun 'alaih)
بُنِىَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله ُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَ إِقَامِ الصَّلاَةِ وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَ الْحَجِّ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ

Artinnya :
Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara. Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berhajji dan puasa bulan Ramadhan.” (H.R Imam Bukhari Muslim)


عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَتْ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِنَّ مِنْ اَكْمَلِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِيْمَانًا اَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَاَلْطَفُهُمْ بِأَهْلِهِمْ (رَوَاهُ التِّرْمِذِىُّ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيْحٌ عَلَى شَرْطِى الْبُخَارِى وَمُسْلِمٍ)

Artinya:
"Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan iman seorang mu'min ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan terhadap keluarga". (Riwayat At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini syarat Bukhari dan Muslim)
عَنْ اَبِى رُقَيَّةَ تَمِيْمِ بْنِ اَوْسٍ الدَّارِىِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اِنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَلَ: اَلدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ.  قُلْنَا: لِمَنْ ؟ قَالَ:  ِللهِ وَلِكِتَابِهِ وَرَسُوْلِهِ وَ ِلأَئِمَّتِهِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ (رواه مسلم)
Artinya:
"Dari Abi Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dary r.a. berkata: Bahwasannya Nabi Muhammad saw. bersabda: Agama itu nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa? Rasul menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan segenap kaum muslimin".
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: اَلصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw: Dua buah kenikmatan yang sangat besar dan harus dibelinya dengan harga yang tinggi oleh kebanyakan orang, ialah kesehatan dan kelimpahan waktu untuk taat kepada Tuhan". (HR. Bukhari)

Hadits Bukhari yang bersanadkan 'Abdullah bin Shalih, Yahya, Sa'id, 'Amrah dan 'Aisyah r.a. yang mengabarkan bahwa 'Aisyah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: اَ,ْلاَرْوَاحُ جُنُوْدٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا اِئْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اِخْتَلَفَ
Artinya:
"'Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Jiwa-jiwa itu merupakan kumpulan jenis, setiap jiwa saling bermesraan dengan jenis yang dikenalinya dan saling bersengketaan dengan jenis yang tidak dikenalinya (diingkarinya)".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar